KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
KONSEP WILAYAH DAN PEWILAYAHAN
Menurut Taylor bahwa Wilayah adalah suatu daerah tertentu di
permukaan bumi yang dapat dibedakan dengan daerah tetangganya atas
dasar kenampakan karakteristik yang menyatu. Sedangkan menurut
Rustiadi bahwa wilayah adalah unit geografis dengan batas-batas spesifik
tertentu di mana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain
saling berinteraksi secara fungsional. Batasan wilayah tersebut tidak selalu
dengan kenampakan fisik dan pasti, melainkan bersifat dinamis.
Wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antarbagiannya
mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan
pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis
berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional antara
bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah
pewilayahan untuk tujuan pengembangan/ pembangunan/ (development). pembangunan terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (a) pertumbuhan; (b) penguatan keterkaitan; (c) keberimbangan; (d) kemandirian; dan (e) keberlanjutan.
Definisi "region" atau lazim disebut wilayah dalam geografi masih dilihat dari sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Wilayah dapat diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang memilki batas-batas dan ciri-ciri tersendiri berdasarkan lingkup pengamatan atas satu atau lebih fenomena atau kenampakan tertentu. Mas Sukoco (1985:45) mengungkapkan bahwa region dapat mempunyai bermacam-macam arti. Suatu wilayah atau region bukan hanya suatu unit geografis, namun boleh jadi suatu unit penggunaan lahan, unit permukiman, unit produksi, unit perdagangan, unit transportasi, atau unit komunikasi.
Secara umum region/wilayah dapat diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya (Bintoro, 1979). Batasan tersebut sesuai dengan pendapat Fisher (1975), yang mengemukakan bahwa suatu konsep region memandang suatu daerah sebagai suatu wilayah/tata ruang yang mempunyai ciri-ciri khas yang kurang lebih sama (homogen) dan dengan segera dapat dibedakan dari daerah-daerah lain bagi keperluan perencanaan pembangunan dan pengambilan kebijakan tertentu.
Konsep region/wilayah berubah-ubah dan mengalami perkembangan, sehingga muncul beberapa pengertian wilayah yang kadang-kadang berbeda sebagai akibat proses klasifikasi yang berbeda pula, seperti: uniform region dan nudol nodal region. Namun pada prinsipnya region lebih dititikberatkan sebagai suatu wilayah yang mempunyai ciri-ciri keseragaman gejala internal (internal uniformity) yang membedakan wilayah yang bersangkutan dari wilayah lainnya.
Ciri-ciri yang merupakan internal uniformity ini dapat berupa gejala fisik, seperti keseragaman vegetasi, keseragaman iklim, relief permukaan tanah atau yang lainnya. Dapat pula berupa gejala non fisik, seperti bentuk aktivitas dalam perekonomian, adat istiadat, bentuk pemerintahan, pola permukiman dan lain-lainnya. Region dengan dasar internal uniformity ini biasanya disebut dengan formal region.
2. Klasifikasi Wilayah
Ada beberapa istilah yang di Indonesia mempunyai pengertian yang serupa dengan konsep wilayah, seperti: divisi, distrik, zone, realm, bentang lahan, dan lain-lainnya. Wilayah merupakan bagian dari permukaan bumi yang mempunyai persamaan-persamaan tertentu, yang dapat dibedakan dari wilayah sekitarnya.
Semula penggolongan wilayah hanya didasarkan pada ciri-ciri alamiah saja (natural feature), kemudian ditambah dengan suatu kenampakan tunggal (single feature), seperti iklim, topografi, vegetasi, morfologi, dan lain-lainnya. Geographical Association (1937) mengaklasifikasikan wilayah sebagai berikut:
a. Generic Region: yaitu penggolongan wilayah menurut jenisnya yang menekankan pada jenis wilayah, seperti iklim, topografi, vegetasi, dan fisiografi. Misalnya wilayah vegetasi, dalam hal ini lebih ditekankan kepada jenis perwilayahannya saja.b. Specific Region: merupakan wilayah tunggal yang mempunyai ciri-ciri geografis tertentu/khusus terutama yang ditentukan oleh lokasi absolut dan lokasi relatifnya. Misalnya: (a) Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah tunggal yang mempunyai kharakteristik geografis khusus, seperti lokasi, penduduk, bahasa, tradisi, iklim, dan lain-lainnya; (b) Wilayah Waktu Indonesia Barat (WIB), merupakan wilayah tunggal dan mempunyai ciri khusus yaitu lokasinya di Indonesia bagian barat yang dibatasi oleh waktu, berdasarkan garis bujur serta pertimbangan politis, sosial, ekonomi, aktivitas penduduk, dan budaya.
c. Uniform Region: suatu wilayah yang didasarkan atas keseragaman atau kesamaan dalam kriteria-kriteria tertentu. Wilayah geografis yang seragam berdasarkan kriteria tertentu dan dapat dibedakan dengan daerah tetangganya. Homogenitas dari wilayah formal dapat ditinjau dari kriteria fisik atau alam ataupun kriteria sosial budaya. Contoh: wilayah pertanian yang mempunyai kesamaan yakni adanya unsur petani dan lahan pertanian, dan kesamaan itu
menjadi sifat yang dimiliki oleh unsur-unsur yang membentuk wilayah (Bintarto dan Surastopo, 1979).
d. Nodal Region: merupakan suatu wilayah yang diatur beberapa pusat-pusat kegiatan yang saling dihubungkan oleh jalur transportasi antara satu dengan yang lainnya. Wilayah geografik yang memperhatikan suatu hubungan fungsional antarwilayah formal yang interdependensi dan batas wilayah tersebut oleh sebuah titik pusat Contoh: Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai kota yang cukup besar dan unik, mempunyai beberapa pusat kegiatan seperti pusat kebudayaan Jawa, pusat pendidikan, pusat perdagangan, pariwisata, industri kerajinan, dan lain-lainnya. Pusat-pusat kegiatan tersebut satu sama lain dihubungkan dengan jaring-jaring transportasi dan komunikasi yang membentuk suatu sistem keruangan dan kelingkungan yang terpadu sedemikian rupa sehingga membentuk suatu sistem kewilayahan.
3. Bentuk-bentuk Persekutuan Regional
Berdasarkan beberapa kajian tentang perwilayahan dapat dikatakan bahwa suatu negara atau beberapa kelompok negara dengan berbagai ragam kenampakan yang khas, seperti struktur sosial, ekonomi, pertumbuhan, tingkat pendidikan penduduknya, tingkat ketergantungan ekonominya, dan lain-lainnya dapat disebut sebagai suatu region. Klasifikasi semacam ini sangat berguna, baik bagi pengkajian ilmiah maupun untuk kepentingan praktis, terutama bagi para perencana regional sebagai suatu bidang kegiatan yang sangat vital. Atas dasar kajian tentang wilayah, maka muncul bentuk-bentuk persekutuan (perhimpunan) regional, antara lain:
a. Persekutuan negara-negara berdasarkan paham politik yang dianut, seperti: Blok Barat, Blok Timur, dan Non Blok;
b. Persekutuan negara-negara di bidang ekonomi, seperti: Masyarakat Ekonomi Asean/MEA, Mashall Plan, Colombo Plan, OPEC, Pasaran Bersama Eropa (Europian Common Market/ECM), Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Camecon (Council for Mutual Economic Assistance), Sela (Sistema Economico Latioamericano), Pasar Bebas Asia (AFTA), EEC (Europian Economic
Community), dan EAC (East African Community);
c. Persekutuan negara-negara di beberapa bidang sosial ekonomi budaya, seperti OKI (Organisasi Konferensi Islam), Kelompok Utara-Selatan, OAS (Organization of American States) dan lain-lainnya.
Regionalisasi wilayah pembangunan dapat pula dijadikan contoh suatu region (development region) yang dapat dijadikan dasar suatu perencanaan, misalnya ketika masa orde baru Indonesia masih mempunyai 26 provinsi, Indonesia dibagi menjadi beberapa wilayah pembangunan dan 4 (empat) wilayah pembangunan
Latihan Soal
perhatikan Gambar berikut ini :
Jawablah pertanyaan di bawah ini berdasarkan gambar di atas!
1. Temukan 3 karakteristik dari wilayah tersebut!
2. Dari karakteristik tersebut, tentukan wilayah alami dan buatan!
3. Uraikan klasifikasi wilayah berdasarkan Geographical Association sesuai gambar di atas!
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN WILAYAH
1. Teori Pembangunan Wilayah
Ada beberapa teori mengenai perkembangan wilayah yang sering digunakan sebagai model. Teori tersebut pada umumnya berdasarkan tinjauan perkembangan ekonomi beberapa negara. Untuk mengelompokkan teori-teori tersebut sangat sulit, karena banyak faktor berpengaruh yang harus dipertimbangkan, seperti periode waktu teori tersebut lahir, pijakan yang digunakan sebagai tolok ukur, dan ide yang terkandung dalam teori tersebut. Pada prinsipnya ada tiga kelompok teori pembangunan wilayah, yakni: (1) yang berasal dari mashab historis antara lain teori Friedrich List, Karl Bucher, dan W.W. Rostow; (2) dari mashab analitis antara lain teori Adam Smith, Harrod Domar,
dan Solow Swan; dan (3) merupakan gabungan dari mashab historis dengan mashab analitis, seperti teori Schumpeter dan lain-lain. Pada kesempatan ini tidak semua teori perkembangan wilayah dibahas, namun mudah-mudahan yang dibahas di sini dapat mewakili sejumlah teori-teori yang ada dan dapat memberikan wawasan tentang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah. Beberapa teori tersebut adalah: Control Theories, Teori Ketergantungan, Teori Perkembangan Wilayah dari Rostow, dan Teori Tiga Gelombang dari Toffler.
a. Control Theories
Control theories meliputi dua teori, yaitu (1) determinisme lingkungan alam, dan (2) determinisme kebudayaan (Suparmat, 1989:12). 1) Teori Determinisme Lingkungan Alam (Physical Environment Determinism). Teori ini berpandangan bahwa pengaruh lingkungan alam sangat kuat terhadap perkembangan masyarakat suatu wilayah atau negara. Pengaruh ini dapat positif, bisa juga negatif. Misalnya beberapa negara yang terletak di daerah tropis akan menghadapi masalah-masalah seperti: adanya temperatur yang panas dalam melemahkan energi dan aktivitas kerja masyrakat; banyaknya hujan mengakibatkan terbentuknya rawa-rawa dan genangan air yang merupakan tempat yang ideal bagi berbagai sumber penyakit, dan lain-lain. Bahkan Ellsworth Huntington (1961) berpendapat bahwa lingkungan alam sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan manusia, lebih lanjut dikatakan bahwa iklim merupakan kunci dari kebudayaan manusia. Dalam batas-batas tertentu memang lingkungan alam berpengaruh terhadap tingkat perkembangan wilayah, namun suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri ialah bahwa ada beberapa negara yang mempunyai kondisi lingkungan alam yang kurang menguntungkan dapat pula berkembang pesat. Hal ini bisa terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap perkembangan suatu negara, yaitu faktor kemampuan akal pikiran manusia yang dimanifestasikan dalam ilmu
pengetahuan dan teknologinya. 2) Determinisme Lingkungan Kebudayaan (Cultural Determinism) yang beranggapan bahwa perbedaan suatu bangsa akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kemajuan suatu wilayah. Teori ini memandang bahwa segala sesuatu akan bisa dicapai dengan menggunakan akal pikiran manusia, dan nilai keberhasilan pembangunan diukur dari segi pencapaian materi yang dimilikinya.
b. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Dalam teori ketergantungan sebenarnya ada beberapa aliran/mashab, yakni: aliran Marxis, Neo Marxis, dan non Marxis. Namun pada prinsipnya teori ini beranggapan bahwa keterbelakangan (under development) yang dialami negara-negara berkembang bermula pada saat masyarakat negara tersebut: tergabung (incorporated) ke dalam sistem ekonomi dunia kapitalis. Dengan demikian masyarakat negara berkembang tersebut kehilangan otonominya dan menjadi negara "pinggiran" dari daerah-daerah metropolitan yang kapitalis. Selanjutnya daerah-daerah pinggiran ini dijadikan daerah-daerah jajahan dari negara-negara metropolitan. Mereka hanya berfungsi sebagai produsen-produsen bahan mentah (raw materials), dan konsumen barang-barang jadi yang dihasilkan oleh industri-industri di negara-negara metropolitan tersebut. Dengan demikian timbullah struktur ketergantungan yang merupakan penghambat yang hampir tidak dapat diatasi bagi negara-negara berkembang. Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa berdasarkan teori
ketergantungan tergabungnya secara paksa (forced incorporated) negara-negara yang sebagian besar pernah dijajah ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia merupakan penyebab dari keterbelakangan (under development) negara-negara sedang berkembang dewasa ini. Tanpa adanya kolonialisme dan integrasi ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia, negara-negara berkembang saat ini pasti sudah berhasil mencapai tingkat kesejahteraan yang memadai, dan bukannya tidak mungkin untuk mengembangkan industri-industri manufaktur atau usaha lain atas kekuatan sendiri. Salah satu kelemahan dari teori ini adalah bahwa satu-satunya penyebab terjadinya keterbelakangan dan ketergantungan adalah karena kolonialisme dan integrasi dari negara-negara berkembang ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia. Sama sekali mengabaikan faktor-faktor internal, seperti faktor sosial budaya, dan pola perilaku masyarakat sebagai suatu faktor penyebab penting dari keterbelakangan dan penghambat pembangunan di negara-negara berkembang.
c. Teori Rostow
W. W. Rostow mencetuskan teori pertumbuhan ekonomi yang pada mulanya dikemukakan sebagai suatu artikel dalam Economic Journal yang kemudian dibukukan dengan judul "The Stages of Economic Growth" (1971). Diungkapkan bahwa setiap negara di dalam perkembangannya akan melalui tahapan-tahapan yang sama, yakni melalui 5 (lima) fase berturut-turut: masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas landas, lepas landas, gerakan ke arah kedewasaan, dan masa konsumsi tinggi. Secara umum analisis Rostow berpandangan bahwa pertumbuhan ekonomi terjadi sebagai akibat munculnya perubahan yang fundamental yang terjadi dalam aktivitas ekonomi maupun dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat. Dalam membedakan kelima fase pembangunan, Rostow mendasarkan kepada ciri-ciri umum perubahan keadaan: ekonomi, politik, dan sosial yang berlaku. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi suatu masyarakat modern merupakan suatu proses yang mempunyai dimensi banyak, tidak sekedar ditandai dengan menurunnya peranan faktor pertanian dan meningkatnya peranan faktor industri dan jasa. Secara garis besar kelima fase pembangunan ekonomi Rostow adalah sebagai berikut:
1) Masyarakat Tradisional (The Traditional Community)
Pada fase ini fungsi produksi terbatas dimana cara produksi yang digunakan masih relatif primitif dan cara hidup masyarakat masih dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional dan bersifat turun temurun. Tingkat produksi masih sangat terbatas, dan sebagian sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Di sektor pertanian struktur sosialnya sangat bersifat hirarkhis.
2) Prasyarat untuk Lepas Landas (The Preconditions for Take Off) Pada fase ini masyarakat sudah mulai mempersiapkan diri atau dipersiapkan dari luar, untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self sustained growth). Pada fase ini pula dan seterusnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Ada 2 corak menyertai tahap prasyarat lepas landas ini. Pertama, adalah tahap prasyarat lepas landas yang dialami oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika, dimana tahap ini dicapai dengan perombakan masyarakat tradisional yang sudah lama ada. Corak yang kedua adalah tahap prasyarat lepas landas yang dicapai oleh negara-negara "born free" seperti: Amerika Serikat, Canada, Australia, dan New Zealand, di negara-negara tersebut mengalami prasyarat lepas landas tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional.
3) Lepas Landas (The Take Off)
Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat, seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau terbukanya pasar-pasar baru. Hambatan-hambatan yang berupa unsur-unsur tradisional mulai menghilang, modernisasi dan pertumbuhan
ekonomi merupakan gejala umum dimana-mana. Tingkat pendapatan perkapita semakin besar sebagai akibat adanya pertumbuhan pendapatan nasional yang melaju melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Kalau pada fase pertama dan kedua biasanya berlangsung lama, maka pada fase lepas
landas ini berlangsung dalam waktu yang relatif pendek, yaitu 40 s.d. 60 tahun (Wheeler, 1981:49).
4) Gerakan ke Arah Kedewasaan (The Drive to Maturity)
Pada masa ini masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Di samping itu struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan, dan peranan sektor industri semakin penting, dilain pihak sektor pertanian mengalami penurunan. Sejalan dengan semakin besarnya peranan sektor industri muncullah kritik-kritik terhadap industrialisasi sebagai akibat dari ketidak puasan terhadap dampak industrialisasi. Pada fase ini pula peningkatan keuntungan ekonomi semakin melimpah ke dalam
kesejahteraan sosial dan penanaman modal ke wilayah lain. Demikian pula sifat kepemimpinan maupun kemahiran dan kepandaian para pekerja menjadi semakin terspesialisasi secara lanjut.
5) Masa Konsumsi Tinggi (The Age Off Hight Mass Consumption)
Pada fase ini orientasi tidak lagi pada masalah produksi, akan tetapi lebih difokuskan kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan peningkatan kualitas konsumsi dan kesejahteraan masyarakat. Adapun tujuan masyarakat pada fase ini antara lain adalah: memperbesar pertumbuhan dan kekuasaan terhadap wilayah lain: menciptakan welfare state, sehingga kemakmuran menjadi lebih merata, dan berusaha mempertinggi konsumsi masyarakat di atas keperluan pokok (sandang, pangan, perumahan) menjadi barang-barang berkualitas tinggi, tahan lama, dan barang-barang mewah. Berdasarkan teori Rostow dapat dikatakan bahwa dewasa ini negara-negara berkembang termasuk di antara fase pertama sampai fase ketiga, sedang negara-negara maju termasuk dalam fase keempat dan kelima. Teori dari W.W. Rostow tersebut mempunyai cukup banyak kelemahan antara lain: tidak ada perbedaan yang pasti antara fase yang satu dengan yang lain (masih kabur); ciri-ciri dalam setiap tahap kurang dapat diuji secara empiris; teori tersebut belum tentu dapat menunjukkan tahap pembangunan di negara-negara berkembang, di samping itu perlu diingat bahwa proses pembangunan tidak hanya bersifat self-sustained growth, melainkan juga bersifat
self limiting effect, dan laju pembangunan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menciptakan masing-masing kekuatan.
d. Teori Tiga Gelombang dari Toffler
Toffler dalam bukunya "The Third Wave" (1980) mengklasifikasikan masyarakat suatu wilayah/negara ke dalam tiga gelombang, yaitu: gelombang I, II, dan III.
1) Gelombang I (Peradaban Pertanian)
Pada masa ini ditandai dengan banyaknya masyarakat memakai baterei alamiah (living battery). Keluarga mencakup keluarga besar (extended family), yang berarti sanak saudara jauhpun dianggap anggota keluarga. Kaum petani bercocok tanam sekedar untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Pasar bukan merupakan hal yang penting, karena kelebihan hasil pertanian akan disimpan dalam "lumbung" sebagai persediaan di musim paceklik. Tingkat ketergantungan antara wilayah yang satu dengan wilayah lain sangat kecil (low interdependency), karena biasanya suatu wilayah berproduksi untuk dikonsumsi sendiri, atau disebut "Pro-Sumen".
2) Gelombang II (Peradaban Industri)
Dalam masa ini masyarakat sudah mulai menggunakan energi dari minyak dan gas yang tidak dapat diperbaharui. Keluarga hanya mencakup keluarga inti. Peranan pasar sangat vital, karena itu produksi berproduksi dengan menggunakan mesin-mesin raksasa yang memang dirancang untuk produksi masa. Pendidikan dan media massa memegang peranan penting dan ada kecenderungan manusia mulai mendominasi alam, pemborosan bahan baku, dan energi sangat menonjol demikian pula mobilitas penduduk. Masyarakat pada masa ini sudah banyak berkomunikasi dengan menggunakan media kertas dan jasa postel. Dalam rangka mendapatkan bahan baku dan memasarkan hasil produksi, daerah "jajahan" direbut dan hal ini diikuti dengan adanya pergerakan-pergerakan nasionalisme. Gelombang kedua ini sering dikiaskan dengan "Big is Beautiful".
3) Gelombang III (Peradaban Informasi)
Pada masa ini masyarakat sudah banyak yang menggunakan energi yang dapat diperbaharui (renewable). Dalam produksi masyarakat sudah mulai beralih dari cara-cara berproduksi memakai tangan mesin (manufacture), ke suatu proses produksi yang menggunakan proses biologi (biofacture). Ketergantungan atau keterkaitan antara wilayah yang sangat menonjol dan bersifat menyeluruh (hight interdependency). Adapun suatu gejala yang sangat menonjol adalah terutama teknologi tinggi yang meliputi: teknologi penerbangan dan angkasa luar; teknologi alternatif yang dapat diperbaharui, penerapan bioteknologi dan yang mungkin paling mempengaruhi globalisasi, yakni teknologi informasi. Ada beberapa gejala gelombang I yang muncul pada masa ini antara lain adalah timbulnya gejala global village dan de-urbanisasi (karena bagusnya layanan telekomunikasi dan transportasi), dan timbulnya gejala dimana konsumen ingin memproduksi barang- barangnya sendiri. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa peradaban masyarakat di negara-negara berkembang masih condong pada gelombang I dan II, sedangkan peradaban bangsa-bangsa yang telah maju terutama berada dalam geombang II dan III. Dewasa ini Indonesia dengan pembangunan berencananya, berusaha untuk "tinggal landas" memasuki peradaban gelombang II untuk menjadi negara industri baru, mungkin seperti yang dicontohkan oleh negara-negara industri baru (New Emerging Industrialized Countries), seperti Taiwan, Singapura, Korea Selatan, dan China.
e. Teori Interaksi Wilayah
Perkembangan wilayah tidak berjalan serentak, ada yang berkembang pesat namun ada pula yang berjalan lambat. Perkembangan wilayah ini terkait dengan interaksi antar wilayah. Beberapa komponen yang mempengaruhi interaksi wilayah antar alain adalah jumlah penduduk, jarak dan jumlah jaringan jalan yang menghubungkan antar wilayah. Kekuatan interaksi wilayah dapat dibandingkan dengan menggunakan teori grafik, model gravitasi dan teori titik henti.
1) Teori Grafik
Salah satu komponen penting interaksi antar wilayah adalah infrastruktur berupa jaringan jalan. Makin banyak jaringan jalan yang menghubungkan antar kota maka alternatif distribusi penduduk, barang dan jasa makin lancar. Anda tentu sependapat bahwa antara satu wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga membentuk pola jaringan transportasi. Tingkat kompleksitas jaringan yang menghubungkan berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus interaksi.
Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya memiliki kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dua wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak. Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur jaringan jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut. Menurut Kansky, kekuatan interaksi ditentukan dengan Indeks Konektivitas. Semakin banyak jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota maka makin tinggi nilai indeks konektivitasnya. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap
potensi pergerakan manusia, barang, dan jasa karena prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas antarwilayah. Untuk menghitung indeks konektivitas ini digunakan rumus sebagai berikut.
c) Berdasarkan nilai konektivitasnya, potensi interaksi antarkota di wilayah A lebih tinggi jika dibandingkan wilayah B. Hal tersebut terjadi dengan catatan kondisi alam, sosial, serta kualitas prasarana jalan antara kedua wilayah relatif sama.
Analisis indeks konektivitas dapat dijadikan salah satu indikator dan pertimbangan untuk menentukan lokasi usaha yang potensial menguntungkan karena memiliki nilai interaksi yang tinggi. Indeks konektivitas yang tinggi dapat ditafsirkan wilayah tersebut memiliki interaksi yang tinggi pula sehingga memperlancar arus pergerakan manusia, barang, dan jasa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2) Teori Gravitasi
Teori Gravitasi kali pertama diperkenalkan dalam disiplin ilmu Fisika oleh Sir Issac Newton (1687). Inti dari teori ini adalah bahwa dua buah benda yang memiliki massa tertentu akan memiliki gaya tarik menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua benda tersebut. Secara matematis, model gravitasi Newton ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
Model gravitasi Newton ini kemudian diterapkan oleh W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih. Berdasarkan hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan memerhatikan faktor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut. Untuk mengukur kekuatan interaksi antarwilayah digunakan formulasi sebagai berikut :
Adapun persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Kondisi sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, mata pencarian, mobilitas, dan kondisi sosial-budaya penduduk setiap wilayah yang dibandingkan relatif memiliki kesamaan.
2. Kondisi alam setiap wilayah relatif sama, terutama berkaitan dengan kondisi topografinya.
3. Keadaan sarana dan prasarana transportasi yang meng hubung kan wilayah-wilayah yang dibandingkan relatif sama.
3) Teori Titik Henti (Breaking Point Theory)
Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi Reilly. Teori ini memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah.
Menurut teori ini jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya. Formulasi Teori Titik Henti adalah sebagai berikut.
Contoh soal:
Kota A memiliki jumlah penduduk 20.000 jiwa, sedangkan kota B 80.000 jiwa. Jarak antara kedua kota tersebut adalah 100 kilometer. Di manakah lokasi pusat perdagangan yang tepat dan strategis agar terjangkau oleh penduduk setiap kota tersebut?
Berkaitan dengan perencanaan pembangunan wilayah, Model Gravitasi dan Teori Titik Henti dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan faktor lokasi. Model Gravitasi dan Teori Titik Henti dapat dimanfaatkan untuk merencanakan pusat-pusat pelayanan masyarakat, seperti kantor Polisi, POM bensin, rumah sakit, sekolah
2. Pertumbuhan Wilayah
Wilayah dapat berkembang dengan pesat, baik dari segi ekonomi, politik, dan budaya karena adanya pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan merupakan suatu magnet sebagai penarik dan juga sebagai pendorong perkembangan suatu wilayah. Pusat pertumbuhan wilayah dapat terbentuk secara alami maupun secara terencana. Wilayah selalu berkaitan dengan pengelolaan dan penataan ruang yang didalamnya terdapat pertumbuhan pembangunan baik dibidang fisik, sosial, ekonomi, dan budaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya pusat pertumbuhan wilayah antara lain sebgai berikut :
a. Faktor fisik
Faktor fisik sangat mempengaruhi perkembangan pusat pertumbuhan wilayah. Faktor fisik meliputi topografi, iklim, keadaan tanah, keadaan air, dan sebagainya. Kondisi fisik suatu wilayah yang memenuhi syarat-syarat tertentu untuk pengembangan wilayah akan lebih cepat berkembang. Misalnya , topografi datar, ketersediaan air mencukupi, kondisi tanah stabil, terhindar dari banjir, tanah longsor, genpa dan sebagainya, maka wilayah tersebut akan lebih cepat berkembang.
b. Faktor pengambil kebijakan
Tidak semua wilayah dapat berkembang sesuai dengan yang diinginkan, meskipun dari beberapa faktor yang sangat mendukung. Perencanaan pembangunan terhadap perkembangan wilayah juga turut menentukan perkembangan suatu wilayah. Kebijakan-kebijakan yang diambil haruslah menguntungkan bagi perkembangan wilayah seperti kebijakan penggunaan lahan, rencana dalam ruang wilayah, pengendalian pemanfaatan lahan, dan sebagainya.
c. Faktor ekonomi
Setiap wilayah memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Misalnya , suatu wilayah tidak mampu menyediakan kebutuhan seperti bahan pangan. Sementara wilayah yang lain memiliki potensi untuk penyediaan bahan pangan, begitu sebaliknya. Maka akan terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi.
d. Faktor sosial
Suatu wilayah dapat dikatakan sebagai pusat pertumbuhan wilayah apabila wilayah tersebut kondisi pendidikan, pendapatan, dan kesehatan masyarakatnya lebih terjamin bila dibandingkan dengan wilayah yang lain. Kondisi pendidikan, pendapatan, dan kesehatan dapat terbentuk secara alami yaitu masyarakat mulai sadar akan kebutuhan tersebut dan secara terencana, yaitu terdapat perencanaan mengenai pembangunan dan peningkatan pendidikan , pendapatan, dan kesehatan.
e. Faktor sarana pendukung
Ketersediaan sarana pendukung seperti jaringan, jenis transportasi, sarana ekonomi, pendidikan, dan fasilitas lainnya berperan dalam pengembangan wilayah. Semakin meningkatnya perkembangan wilayah menuntut adanya peningkatan sarana pendukung. Dengan tersedianya sarana pendukung tersebut, dapat mendukung perekonomian suatu wilayah. Sarana pendukung memberikan kemudahan dalam melakukan kegiatan ekonomi, misalnya transportasi memudahkan dalam distribusi barang dan memudahkan mobilitas penduduk. Pasar dan mal memberikan kemudahan dalam kegiatan jual beli, transaksi, memasarkan hasil produksi, dan sebagainya. Wilayah-wilayah yang ada tidak tumbuh dalam waktu yang bersamaan, jangka waktu yang berbeda, perkembangan yang berbeda, dan tingkat keteraturan yang berbeda pula.
Fungsi pusat pertumbuhan wilayah sebagai berikut :
a. Memudahkan dalam pengambilan kebijakan terhadap pembangunan wilayah
b. Memantau perkembangan wilayah
c. Pemerataan pembangunan wilayah
Kondisi geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil menyebabkan pembangunan tidak hanya terpusat pada Pulau Jawa saja. Untuk pemerataan pembangunan, dibentuklah perwilayah yang terdiri atas beberapa provinsi. Provinsi-provinsi tersebut saling berkaitan antara satu dan yang lainnya dan dapat mendukung kegiatan di provinsi lainnya, misalnya dibidang ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Untuk mendukung pembangunan di Indonesia, maka dibentuklah koridor ekonomi. Koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah. Suatu pusat pertumbuhan akan memberikan pengaruh pada wilayah sekitarnya. Pengaruh yang ditimbulkan dari pusat pertumbuhan yang berkembang di suatu wilayah sebagai berikut.
a. Pemusatan Sumber Daya Manusia
Munculnya pusat pertumbuhan di suatu wilayah akan menarik tenaga kerja yang banyak. Para pekerja dari luar wilayah akan pindah dan menetap di wilayah pusat pertumbuhan sehingga terjadi pemusatan penduduk atau sumber daya manusia. Arus migrasi penduduk dari daerah pedesaan menuju pusat pertumbuhan atau kota di Indonesia menunjukkan peningkatan seiring dengan perkembangan pusat pertumbuhan atau kota itu. Sebagai contoh, penambangan batu bara di wilayah Kalimantan memerlukan banyak tenaga kerja dari luar wilayah.
b. Perkembangan Ekonomi
Pusat pertumbuhan yang muncul di suatu wilayah akan meningkatkan kegiatan perekonomian di wilayah itu. Kesempatan kerja yang banyak dari berbagai bidang dan arus barang kebutuhan hidup berdampak pada perkembangan usaha-usaha ekonomi lain. Sebagai contoh, munculnya pusat pertumbuhan yang berawal dari kegiatan penambangan batu bara merangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan ekonomi lain, seperti warung makan, pasar, penginapan, toko kelontong, usaha transportasi, dan tempat hiburan. Dari usaha transportasi sendiri akan mendorong tumbuhnya penjualan alat-alat transportasi dan perbengkelan. Banyak penduduk pendatang dan penduduk lokal membuka usaha atau melakukan kegiatan ekonomi di wilayah pusat pertumbuhan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Mereka bekerja sebagai wiraswata, pedagang, karyawan, buruh, dan penjualan jasa. Kawasan industri, perkebunan, pertambangan, kehutanan, dan pertanian merupakan wilayah yang dapat dikembangkan menjadi pusat-pusat pertumbuhan. Kegiatan ekonomi yang berkembang di wilayah pusat pertumbuhan akan meningkatkan kesejahteraan penduduk.
c. Perubahan Sosial Budaya
Wilayah pusat pertumbuhan cenderung memiliki penduduk yang makin padat. Kepadatan penduduk yang meningkat serta kemajuan komunikasi dan transportasi akan berpengaruh pada kehidupan sosial budaya penduduknya.
Pengaruh pusat pertumbuhan yang semakin berkembang terhadap sosial budaya antara lain sebagai berikut.
- Penduduk termotivasi untuk memiliki keterampilan dan pengetahuan guna mengatasi masalah akibat perubahan sosial budaya.
- Menyebabkan akulturasi dan asimilasi nilai budaya akibat mobilitas penduduk, baik yang melalui migrasi maupun pertambahan alami dari berbagai latar belakang budaya.
- Membuka arus informasi dan komunikasi dari luar wilayah semakin meningkat yang akan mempercepat pertumbuhan daerah tersebut.
- Membuka lapangan pekerjaan yang banyak dan luas sehingga meningkatkan taraf hidup masyarakat dan status sosial mereka akan meningkat seiring peningkatan kesejahteraan hidup.
- Melatih masyarakat untuk mengatur waktu, disiplin ,bersikap hemat, serta tidak terpengaruh oleh tuntutan barang dan jasa yang berlebihan.
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
PERENCANAAN DAN TATA RUANG WILAYAH NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA
1. Tata Ruang
a. Pengertian Tata Ruang dan Penataan Ruang Tata ruang merupakan bentuk dari susunan pusatpusat permukiman dan sistem jaringan sarana prasarana pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat (struktur ruang) yang peruntukannya terbagi bagi ke dalam fungsi lindung dan budidaya (pola ruang). Proses perencanaan dari tata ruang, pemanfaatannya dan pengendaliannya, yang dilakukan secara sistematik disebut penataan ruang.
b. Asas dan Tujuan Penataan Ruang
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
- Keterpaduan. Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
- Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
- Keberlanjutan. Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang
- Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang
terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
- Keterbukaan. Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
penataan ruang.
- Kebersamaan dan kemitraan. Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
- Perlindungan kepentingan umum. Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
- Kepastian hukum dan keadilan. Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa
penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
- Akuntabilitas. Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.
c. Klasifikasi Penataan Ruang
Klasifikasi penataan ruang ditegaskan dalam Undang-Undang Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut:
- Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.
- Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi daya.
- Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
- Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan.
- Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan hal sebagai berikut:
- Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana
- Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekeonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan.
- Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukakn secara berjenjang dan komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain, bersinergi, dan dalam penyelenggaraannya tidak terjadi tumpah
tindih kewenangan.
2. Rencana Tata Ruang Nasional, Daerah, dan Kawasan di Indonesia
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lain melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.
Tata ruang adalah wujud dari struktur ruang dan pola ruang. Sementara perencanaan adalah suatu proses menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah yang diperlukan dalam mencapai tujuan tersebut. Secara resmi di Indonesia, perencanaan tata ruang merupakan bagian dari proses penataan ruang. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sementara perencanaan tata ruang adalah suatu proses
untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Wilayah nasional adalah seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jadi, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disebut RTRWN adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara. Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan RTRWN.
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang- undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional
b. rencana struktur ruang wilayah nasional
c. ren c an a pola r uan gw il ay ah nasion al
Berikut ini penjelasan secara lebih rinci:
a. Tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:
1) Ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif, dan berkelanjutan;
2) keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
3) keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;
4) keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
5) keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang;
6) pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;
7) keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
8) keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional.
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi:
1) Kebijakan pengembangan struktur ruang sebagaimana dimaksud di atas meliputi:
a) peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan
b) peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana ransportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
2) Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang, meliputi:
a) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan lindung;
b) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya; dan
c) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional
Definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari European Regional/Spatial Planning Charter (disebut juga Torremolinos Charter), yang diadopsi pada tahun 1983 oleh Konferensi Menteri Eropa yang bertanggung jawab atas Regional Planning (CEMAT), bahwa "Perencanaan tata ruang memberikan ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan, yang dikembangkan sebagai pendekatan lengkap dan antar-ilmu, yang diarahkan kepada pengembangan regional dan organisasi fisik terhadap sebuah strategi utama."
Perencanaan tata ruang dirancang untuk menyatukan kebijakan pembangunan dan penggunaan lahan dengan kebijakan dan program lain yang mempengaruhi. Perencanaan tata ruang lebih dari sekedar perencanaan guna lahan tradisional. Perencanaan tata ruang memfasilitasi dan mempromosi keberlanjutan dan keinklusifan pola pembangunan kota dan desa. Tidak hanya sekedar perspektif teknik yang sempit, perencanaan tata ruang melibatkan semua lapisan masyarakat dengan pertimbangan semua orang berperan di tiap lokasi tempat tinggal, kerja, dan lingkungannya.
Perencanaan tata ruang diartikan sebagai pemikiran kritis terhadap tempat dan ruang sebagai dasar melakukan kegiatan atau intervensi.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan perencanaan tata ruang terkait:
a. Upaya mengalokasikan beragam kegiatan dalam ruang
b. Upaya kompromi terhadap berbagai sudut pandang pemanfaatan ruang atau mekanisme mediasi ruang
c. Alokasi ruang dipengaruhi oleh berbagai aspek yaitu fisik, lingkungan, politik, sosial dan ekonomi.
d. Melibatkan masyarakat dalam prosesnya.
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, yang selanjutnya disingkat RTRWP, adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang merupakan penjabaran dari RTRWN, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah provinsi; rencana struktur ruang wilayah provinsi; rencana pola ruang wilayah provinsi; penetapan kawasan strategis provinsi; arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi. Tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah provinsi yang merupakan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang provinsi pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya tujuan penataan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Rencana struktur ruang wilayah provinsi merupakan rencana kerangka tata ruang wilayah provinsi yang dibangun oleh kontelasi pusat-pusat kegiatan (sistem perkotaan) yang berhirarki satu sama lain dan dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana wilayah provinsi terutama jaringan transportasi.
Rencana pola ruang wilayah provinsi merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam provinsi yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya.
4. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang merupakan penjabaran dari RTRWN, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten; rencana struktur ruang wilayah kabupaten; rencana pola ruang wilayah kabupaten; penetapan kawasan strategis kabupaten; arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; dan arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten yang merupakan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kabupaten pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya tujuan penataan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumberdaya air, termasuk seluruh daerah hulu bendungan atau waduk dari daerah aliran sungai dan sistem jaringan prasarana lainnya.
Rencana pola ruang wilayah kabupaten merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Rencana Tata Ruang Wilayah kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW Provinsi, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota; rencana struktur ruang wilayah kota; rencana pola ruang wilayah kota; penetapan kawasan strategis kota; arahan pemanfaatan ruang wilayah kota; dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah tujuan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kota yang merupakan perwujudan visi dan misi pembangunan jangka panjang kota pada aspek keruangan, yang pada dasarnya mendukung terwujudnya tujuan penataan ruang nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Rencana struktur ruang wilayah kota merupakan rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kota dalam wilayah pelayanannya dan jaringan prasarana wilayah kota yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kota selain untuk melayani kegiatan skala kota
yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumberdaya air, dan sistem jaringan prasarana lainnya.
Rencana pola ruang wilayah kota merupakan rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kota yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya.
6. Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang
Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya. Pemanfaatan ruang dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi. Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.
Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lain. Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan prasarana dan sarana bagi
kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah. Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya.
Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya mengarahkan pemanfaatan ruang agar tetap sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
pengenaan sanksi.
7. Permasalahan dalam Penerapan Tata Ruang Wilayah
a) Kebijakan dan Integritas Kepala Daerah
b) Pembiayaan dan Tenaga/Ahli/Kepakaran
c) Tingkat ketelitian dan keterbukaan Data Base
d) Konflik kepentingan
e) Ekonomi
f) Sosial Budaya
g) Kelestarian Lingkungan Hidup
h) Politik
i) Pertumbuhan penduduk
j) Keamanan
k) Optimalisasi peran institusi
0 Response to "Bahan Ajar KD. 3.1. Konsep Wilayah dalam Perencanaan Tata Ruang, disertai Tugas dan Latihan Soal"
Posting Komentar