Fashion

TERIMA KASIH TELAH BERKUNJUNG DI BLOG GURU GEOGRAFI SMAN 1 KABAWO

Bahan Ajar KD. 3.1. Konsep Wilayah dalam Perencanaan Tata Ruang, disertai Tugas dan Latihan Soal


KEGIATAN PEMBELAJARAN 1 
KONSEP WILAYAH DAN PEWILAYAHAN

1. Konsep Wilayah
Menurut Taylor bahwa Wilayah adalah suatu daerah tertentu di permukaan bumi yang dapat dibedakan dengan daerah tetangganya atas dasar kenampakan karakteristik yang menyatu. Sedangkan menurut Rustiadi bahwa wilayah adalah unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Batasan wilayah tersebut tidak selalu dengan kenampakan fisik dan pasti, melainkan bersifat dinamis. Wilayah adalah satu kesatuan unit geografis yang antarbagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk tujuan pengembangan/ pembangunan/ (development). pembangunan  terkait  dengan  lima  kata  kunci,  yaitu:  (a)  pertumbuhan;  (b) penguatan keterkaitan; (c) keberimbangan; (d) kemandirian; dan (e) keberlanjutan.  
Definisi  "region"  atau  lazim  disebut  wilayah  dalam  geografi  masih dilihat dari sudut  pandang  dan  kepentingan  masing-masing.  Wilayah  dapat  diartikan sebagai  bagian  permukaan  bumi  yang  memilki  batas-batas  dan  ciri-ciri  tersendiri berdasarkan  lingkup  pengamatan atas  satu  atau  lebih  fenomena  atau  kenampakan tertentu.  Mas Sukoco  (1985:45)  mengungkapkan  bahwa  region  dapat  mempunyai bermacam-macam arti. Suatu wilayah atau region bukan hanya suatu unit geografis, namun  boleh  jadi  suatu  unit  penggunaan  lahan,  unit  permukiman,  unit  produksi, unit perdagangan, unit transportasi, atau unit komunikasi. 
Secara  umum  region/wilayah  dapat  diartikan  sebagai  bagian  permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya (Bintoro, 1979).  Batasan  tersebut  sesuai  dengan  pendapat  Fisher  (1975),  yang mengemukakan  bahwa  suatu  konsep  region  memandang  suatu  daerah  sebagai suatu  wilayah/tata  ruang  yang  mempunyai  ciri-ciri  khas  yang  kurang  lebih  sama (homogen)  dan  dengan  segera  dapat  dibedakan  dari  daerah-daerah  lain  bagi keperluan perencanaan pembangunan dan pengambilan kebijakan tertentu. 
Konsep  region/wilayah  berubah-ubah  dan  mengalami  perkembangan, sehingga  muncul  beberapa  pengertian  wilayah  yang  kadang-kadang  berbeda sebagai  akibat  proses  klasifikasi  yang  berbeda  pula,  seperti:  uniform  region  dan nudol  nodal  region.  Namun  pada  prinsipnya  region  lebih  dititikberatkan  sebagai suatu  wilayah  yang  mempunyai  ciri-ciri  keseragaman  gejala  internal  (internal uniformity)  yang  membedakan  wilayah  yang  bersangkutan  dari  wilayah  lainnya. 
Ciri-ciri  yang  merupakan  internal uniformity ini  dapat  berupa  gejala  fisik,  seperti keseragaman  vegetasi,  keseragaman  iklim,  relief  permukaan  tanah  atau  yang lainnya.  Dapat  pula  berupa  gejala  non  fisik,  seperti  bentuk  aktivitas  dalam perekonomian,  adat  istiadat,  bentuk  pemerintahan,  pola  permukiman  dan  lain-lainnya.  Region  dengan  dasar  internal  uniformity  ini  biasanya  disebut  dengan formal region.
2. Klasifikasi Wilayah 
Ada beberapa istilah yang di Indonesia mempunyai pengertian yang serupa dengan konsep wilayah, seperti: divisi, distrik, zone, realm, bentang lahan, dan lain-lainnya.  Wilayah  merupakan  bagian  dari  permukaan  bumi  yang  mempunyai persamaan-persamaan  tertentu,  yang  dapat  dibedakan  dari  wilayah  sekitarnya. 
Semula penggolongan wilayah hanya didasarkan pada ciri-ciri alamiah saja (natural feature),  kemudian  ditambah  dengan  suatu  kenampakan  tunggal  (single  feature), seperti iklim, topografi, vegetasi, morfologi, dan lain-lainnya. Geographical  Association  (1937)  mengaklasifikasikan  wilayah  sebagai berikut: 
a.  Generic  Region:  yaitu  penggolongan  wilayah  menurut  jenisnya  yang menekankan pada jenis wilayah, seperti iklim, topografi, vegetasi, dan fisiografi. Misalnya  wilayah  vegetasi,  dalam  hal  ini  lebih  ditekankan  kepada  jenis perwilayahannya saja.b.  Specific Region: merupakan wilayah tunggal yang mempunyai ciri-ciri geografis tertentu/khusus  terutama  yang  ditentukan  oleh  lokasi  absolut  dan  lokasi relatifnya.  Misalnya:  (a)  Wilayah  Asia Tenggara  merupakan  wilayah  tunggal yang  mempunyai  kharakteristik  geografis  khusus,  seperti  lokasi,  penduduk, bahasa,  tradisi,  iklim,  dan  lain-lainnya;  (b)  Wilayah  Waktu  Indonesia  Barat (WIB), merupakan wilayah tunggal dan mempunyai ciri khusus yaitu lokasinya di  Indonesia  bagian  barat  yang  dibatasi  oleh  waktu,  berdasarkan  garis  bujur serta pertimbangan politis, sosial, ekonomi, aktivitas penduduk, dan budaya.
c.  Uniform  Region:  suatu  wilayah  yang  didasarkan  atas  keseragaman  atau kesamaan  dalam  kriteria-kriteria  tertentu.  Wilayah  geografis  yang  seragam berdasarkan kriteria tertentu dan dapat dibedakan dengan daerah tetangganya. Homogenitas  dari  wilayah  formal  dapat  ditinjau  dari  kriteria  fisik  atau  alam ataupun  kriteria  sosial  budaya.  Contoh:  wilayah  pertanian  yang  mempunyai kesamaan  yakni  adanya unsur  petani  dan  lahan  pertanian,  dan  kesamaan  itu 
menjadi  sifat  yang  dimiliki  oleh  unsur-unsur  yang  membentuk  wilayah (Bintarto dan Surastopo, 1979).  
d.  Nodal  Region:  merupakan  suatu  wilayah  yang  diatur  beberapa  pusat-pusat kegiatan  yang  saling  dihubungkan  oleh  jalur  transportasi  antara  satu  dengan yang  lainnya.  Wilayah  geografik  yang  memperhatikan  suatu  hubungan fungsional  antarwilayah  formal  yang  interdependensi  dan  batas  wilayah tersebut  oleh  sebuah  titik  pusat  Contoh:  Daerah  Istimewa  Yogyakarta  (DIY) sebagai  kota  yang  cukup  besar  dan  unik,  mempunyai  beberapa  pusat  kegiatan seperti  pusat  kebudayaan  Jawa,  pusat  pendidikan,  pusat  perdagangan, pariwisata,  industri  kerajinan,  dan  lain-lainnya.  Pusat-pusat  kegiatan  tersebut satu  sama  lain  dihubungkan  dengan  jaring-jaring  transportasi  dan  komunikasi yang  membentuk  suatu  sistem  keruangan  dan  kelingkungan  yang  terpadu sedemikian rupa sehingga membentuk suatu sistem kewilayahan.
3.   Bentuk-bentuk Persekutuan Regional 
Berdasarkan beberapa kajian tentang perwilayahan dapat dikatakan bahwa suatu negara atau beberapa kelompok negara dengan berbagai ragam kenampakan yang  khas,  seperti  struktur  sosial,  ekonomi,  pertumbuhan,  tingkat  pendidikan penduduknya,  tingkat  ketergantungan  ekonominya,  dan  lain-lainnya  dapat  disebut sebagai suatu region. Klasifikasi semacam ini sangat berguna, baik bagi pengkajian ilmiah  maupun  untuk  kepentingan  praktis,  terutama  bagi  para  perencana  regional sebagai suatu bidang kegiatan yang sangat vital. Atas  dasar  kajian  tentang  wilayah,  maka  muncul  bentuk-bentuk persekutuan (perhimpunan)  regional, antara lain: 
a.  Persekutuan  negara-negara  berdasarkan  paham  politik  yang  dianut,  seperti: Blok  Barat, Blok Timur, dan Non Blok; 
b.  Persekutuan negara-negara  di  bidang  ekonomi,  seperti:  Masyarakat  Ekonomi Asean/MEA,  Mashall  Plan,  Colombo  Plan,  OPEC,  Pasaran  Bersama  Eropa (Europian Common Market/ECM), Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE), Camecon (Council  for  Mutual  Economic  Assistance),  Sela  (Sistema  Economico Latioamericano),  Pasar  Bebas  Asia  (AFTA),  EEC  (Europian  Economic 
Community), dan EAC (East African Community); 
c.  Persekutuan negara-negara di beberapa bidang sosial ekonomi budaya, seperti OKI (Organisasi Konferensi Islam), Kelompok Utara-Selatan, OAS (Organization of American States) dan lain-lainnya. 
Regionalisasi  wilayah  pembangunan  dapat  pula  dijadikan contoh suatu  region (development  region)  yang  dapat  dijadikan  dasar  suatu  perencanaan,  misalnya ketika  masa  orde  baru  Indonesia  masih  mempunyai  26  provinsi, Indonesia dibagi menjadi  beberapa  wilayah  pembangunan  dan  4  (empat)  wilayah  pembangunan 

Latihan Soal
perhatikan Gambar berikut ini :
Jawablah pertanyaan di bawah ini berdasarkan gambar di atas! 
1.  Temukan 3 karakteristik dari wilayah tersebut! 
2.  Dari karakteristik tersebut, tentukan wilayah alami dan buatan! 
3.  Uraikan klasifikasi wilayah berdasarkan Geographical Association sesuai gambar di atas! 


KEGIATAN PEMBELAJARAN 2 
PEMBANGUNAN DAN PERTUMBUHAN WILAYAH 

1.  Teori Pembangunan Wilayah 
Ada  beberapa  teori  mengenai  perkembangan  wilayah  yang  sering digunakan  sebagai  model.  Teori  tersebut  pada  umumnya berdasarkan  tinjauan perkembangan  ekonomi  beberapa  negara.  Untuk  mengelompokkan  teori-teori tersebut  sangat  sulit,  karena  banyak  faktor  berpengaruh  yang  harus dipertimbangkan,  seperti  periode  waktu  teori  tersebut  lahir,  pijakan  yang digunakan sebagai tolok ukur, dan ide yang terkandung dalam teori tersebut. Pada  prinsipnya  ada  tiga  kelompok  teori pembangunan  wilayah,  yakni:  (1) yang berasal dari mashab historis antara lain teori Friedrich List, Karl Bucher, dan W.W. Rostow; (2) dari mashab analitis antara lain teori Adam Smith, Harrod Domar, 
dan  Solow  Swan;  dan  (3)  merupakan  gabungan  dari  mashab  historis  dengan mashab  analitis,  seperti teori  Schumpeter dan  lain-lain.  Pada  kesempatan  ini tidak semua teori perkembangan wilayah dibahas, namun mudah-mudahan yang dibahas di  sini  dapat  mewakili  sejumlah  teori-teori  yang  ada  dan  dapat  memberikan wawasan tentang pertumbuhan dan pembangunan ekonomi wilayah. Beberapa  teori  tersebut  adalah: Control  Theories,  Teori  Ketergantungan, Teori Perkembangan Wilayah dari Rostow, dan Teori Tiga Gelombang dari Toffler. 
a.  Control Theories 
Control  theories  meliputi  dua  teori,  yaitu  (1)  determinisme  lingkungan  alam, dan (2) determinisme kebudayaan (Suparmat, 1989:12). 1)  Teori Determinisme Lingkungan Alam (Physical Environment Determinism). Teori  ini berpandangan  bahwa  pengaruh  lingkungan  alam  sangat  kuat terhadap  perkembangan  masyarakat  suatu  wilayah  atau  negara.  Pengaruh ini dapat positif, bisa juga negatif. Misalnya beberapa negara yang terletak di daerah  tropis  akan  menghadapi  masalah-masalah  seperti:  adanya temperatur  yang  panas  dalam  melemahkan  energi  dan  aktivitas  kerja masyrakat;  banyaknya  hujan  mengakibatkan  terbentuknya  rawa-rawa  dan genangan  air  yang  merupakan  tempat  yang  ideal  bagi  berbagai  sumber penyakit,  dan  lain-lain.  Bahkan  Ellsworth  Huntington  (1961)  berpendapat bahwa  lingkungan  alam  sangat  besar  pengaruhnya  terhadap  kehidupan manusia,  lebih  lanjut  dikatakan  bahwa  iklim  merupakan  kunci  dari kebudayaan manusia. Dalam batas-batas tertentu memang lingkungan alam berpengaruh  terhadap  tingkat  perkembangan  wilayah,  namun  suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri ialah bahwa ada beberapa negara yang mempunyai  kondisi  lingkungan  alam  yang  kurang  menguntungkan  dapat pula berkembang pesat. Hal ini bisa terjadi karena adanya faktor-faktor lain yang juga berpengaruh  terhadap perkembangan suatu negara, yaitu faktor kemampuan  akal  pikiran  manusia  yang  dimanifestasikan  dalam  ilmu 
pengetahuan dan teknologinya. 2)  Determinisme  Lingkungan  Kebudayaan  (Cultural  Determinism)  yang beranggapan  bahwa  perbedaan  suatu  bangsa  akan  sangat  berpengaruh terhadap  tingkat  kemajuan  suatu  wilayah.  Teori  ini  memandang  bahwa segala  sesuatu  akan  bisa  dicapai  dengan  menggunakan  akal  pikiran manusia,  dan nilai  keberhasilan  pembangunan  diukur  dari  segi  pencapaian materi yang dimilikinya.
b.  Teori Ketergantungan (Dependency Theory) 
Dalam  teori  ketergantungan  sebenarnya  ada  beberapa  aliran/mashab, yakni: aliran Marxis, Neo Marxis, dan non Marxis. Namun pada prinsipnya teori ini  beranggapan  bahwa  keterbelakangan  (under development)  yang  dialami negara-negara  berkembang  bermula  pada  saat  masyarakat  negara  tersebut: tergabung    (incorporated)  ke  dalam  sistem  ekonomi  dunia  kapitalis.  Dengan demikian masyarakat negara berkembang tersebut kehilangan otonominya dan menjadi  negara  "pinggiran"  dari  daerah-daerah  metropolitan  yang  kapitalis. Selanjutnya  daerah-daerah  pinggiran  ini  dijadikan  daerah-daerah  jajahan  dari negara-negara  metropolitan.  Mereka  hanya  berfungsi  sebagai  produsen-produsen  bahan  mentah  (raw  materials),  dan  konsumen  barang-barang  jadi yang  dihasilkan  oleh  industri-industri  di  negara-negara  metropolitan  tersebut. Dengan  demikian  timbullah  struktur  ketergantungan  yang  merupakan penghambat yang hampir tidak dapat diatasi bagi negara-negara berkembang. Dari  uraian  tersebut  dapat  dikatakan  bahwa  berdasarkan  teori 
ketergantungan  tergabungnya  secara  paksa  (forced  incorporated)  negara-negara  yang  sebagian  besar  pernah  dijajah  ke  dalam  sistem  ekonomi kapitalisme  dunia  merupakan  penyebab  dari  keterbelakangan  (under development)  negara-negara  sedang  berkembang  dewasa  ini.  Tanpa  adanya kolonialisme dan integrasi ke dalam sistem ekonomi kapitalisme dunia, negara-negara  berkembang  saat  ini  pasti  sudah  berhasil  mencapai  tingkat kesejahteraan  yang  memadai,  dan  bukannya  tidak  mungkin  untuk mengembangkan  industri-industri  manufaktur  atau  usaha  lain  atas  kekuatan sendiri. Salah satu kelemahan dari teori ini adalah bahwa satu-satunya penyebab terjadinya  keterbelakangan  dan  ketergantungan  adalah  karena  kolonialisme dan  integrasi  dari negara-negara  berkembang  ke  dalam  sistem  ekonomi kapitalisme  dunia.  Sama  sekali  mengabaikan  faktor-faktor  internal,  seperti faktor  sosial  budaya,  dan  pola  perilaku  masyarakat  sebagai  suatu  faktor penyebab  penting  dari  keterbelakangan  dan  penghambat  pembangunan  di negara-negara berkembang. 
 
c.  Teori Rostow 
W.  W.  Rostow  mencetuskan  teori  pertumbuhan  ekonomi  yang  pada mulanya  dikemukakan  sebagai  suatu  artikel  dalam  Economic  Journal  yang kemudian  dibukukan  dengan  judul  "The  Stages  of  Economic  Growth"  (1971). Diungkapkan  bahwa  setiap  negara  di  dalam  perkembangannya  akan  melalui tahapan-tahapan  yang  sama,  yakni  melalui  5  (lima)  fase  berturut-turut: masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas landas, lepas landas, gerakan ke arah kedewasaan, dan masa konsumsi tinggi. Secara  umum  analisis  Rostow  berpandangan  bahwa  pertumbuhan ekonomi  terjadi  sebagai  akibat  munculnya  perubahan  yang  fundamental  yang terjadi dalam aktivitas ekonomi maupun dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat. Dalam membedakan  kelima  fase  pembangunan,  Rostow  mendasarkan kepada  ciri-ciri  umum  perubahan  keadaan:  ekonomi,  politik,  dan  sosial  yang berlaku. Pembangunan ekonomi atau transformasi suatu masyarakat tradisional menjadi  suatu  masyarakat  modern  merupakan  suatu  proses  yang  mempunyai dimensi  banyak,  tidak  sekedar  ditandai  dengan  menurunnya  peranan  faktor pertanian dan meningkatnya peranan faktor industri dan jasa.  Secara  garis  besar  kelima  fase  pembangunan  ekonomi  Rostow  adalah sebagai berikut: 
1)  Masyarakat Tradisional (The Traditional Community)  
Pada fase ini fungsi produksi terbatas dimana cara produksi yang digunakan masih  relatif  primitif  dan  cara  hidup  masyarakat  masih  dipengaruhi  oleh nilai-nilai  yang  kurang  rasional  dan  bersifat  turun  temurun.  Tingkat produksi  masih  sangat  terbatas,  dan  sebagian  sumber-sumber  daya masyarakat  digunakan  untuk  kegiatan  dalam  sektor  pertanian.  Di  sektor pertanian struktur sosialnya sangat bersifat hirarkhis. 
2)  Prasyarat untuk Lepas Landas (The Preconditions for Take Off) Pada  fase  ini  masyarakat  sudah  mulai  mempersiapkan  diri  atau dipersiapkan  dari  luar,  untuk  mencapai  pertumbuhan  yang  mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self sustained growth). Pada fase ini pula dan seterusnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Ada 2 corak  menyertai  tahap    prasyarat  lepas  landas  ini.  Pertama,  adalah  tahap prasyarat lepas landas yang dialami oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah,  dan  Afrika,  dimana  tahap  ini  dicapai  dengan  perombakan masyarakat  tradisional  yang  sudah lama  ada.  Corak  yang  kedua  adalah tahap  prasyarat  lepas  landas  yang  dicapai  oleh  negara-negara  "born  free" seperti:  Amerika  Serikat,  Canada,  Australia,  dan  New  Zealand,  di  negara-negara  tersebut  mengalami  prasyarat  lepas  landas  tanpa  harus  merombak sistem masyarakat yang tradisional. 
3)  Lepas Landas (The Take Off) 
Pada  awal  tahap  ini  terjadi  perubahan  yang  drastis  dalam  masyarakat, seperti  revolusi  politik,  terciptanya  kemajuan  yang  pesat  dalam  inovasi, atau  terbukanya  pasar-pasar  baru.  Hambatan-hambatan  yang  berupa unsur-unsur  tradisional  mulai  menghilang,  modernisasi  dan  pertumbuhan 
ekonomi  merupakan  gejala  umum  dimana-mana.  Tingkat  pendapatan perkapita  semakin  besar  sebagai  akibat  adanya  pertumbuhan  pendapatan nasional yang melaju melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Kalau pada fase  pertama  dan  kedua  biasanya  berlangsung  lama,  maka  pada  fase  lepas 
landas  ini  berlangsung  dalam  waktu  yang  relatif  pendek,  yaitu  40  s.d.  60 tahun (Wheeler, 1981:49). 
4)  Gerakan ke Arah Kedewasaan (The Drive to Maturity) 
Pada  masa  ini  masyarakat  sudah  secara  efektif  menggunakan  teknologi modern pada sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Di  samping  itu  struktur  dan  keahlian  tenaga  kerja  mengalami  perubahan, dan peranan sektor industri semakin penting, dilain pihak sektor pertanian mengalami  penurunan.  Sejalan  dengan  semakin  besarnya  peranan  sektor industri muncullah kritik-kritik terhadap industrialisasi sebagai akibat dari ketidak  puasan  terhadap  dampak  industrialisasi.  Pada  fase  ini  pula peningkatan  keuntungan  ekonomi  semakin  melimpah  ke  dalam 
kesejahteraan sosial dan penanaman modal ke wilayah lain. Demikian pula sifat  kepemimpinan  maupun  kemahiran  dan  kepandaian  para  pekerja menjadi semakin terspesialisasi secara lanjut. 
5)  Masa Konsumsi Tinggi (The Age Off Hight Mass Consumption) 
Pada  fase  ini  orientasi  tidak  lagi  pada  masalah  produksi,  akan  tetapi  lebih difokuskan  kepada  masalah-masalah  yang  berkaitan  dengan  peningkatan kualitas  konsumsi  dan  kesejahteraan  masyarakat.  Adapun  tujuan masyarakat  pada  fase  ini  antara  lain  adalah:  memperbesar  pertumbuhan dan  kekuasaan  terhadap  wilayah  lain:  menciptakan welfare  state, sehingga kemakmuran  menjadi  lebih  merata,  dan  berusaha  mempertinggi  konsumsi masyarakat  di  atas  keperluan  pokok  (sandang,  pangan,  perumahan) menjadi  barang-barang  berkualitas  tinggi,  tahan  lama,  dan  barang-barang mewah. Berdasarkan  teori  Rostow  dapat  dikatakan  bahwa  dewasa  ini  negara-negara berkembang termasuk di antara fase pertama sampai fase ketiga, sedang negara-negara maju termasuk dalam fase keempat dan kelima. Teori  dari  W.W.  Rostow  tersebut  mempunyai  cukup  banyak  kelemahan antara  lain:  tidak  ada  perbedaan  yang  pasti  antara  fase  yang  satu  dengan  yang lain  (masih  kabur);  ciri-ciri  dalam  setiap  tahap  kurang  dapat  diuji  secara empiris; teori tersebut belum tentu dapat menunjukkan tahap pembangunan di negara-negara  berkembang,  di  samping  itu  perlu  diingat  bahwa  proses pembangunan tidak hanya bersifat self-sustained growth, melainkan juga bersifat 
self limiting effect, dan laju pembangunan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menciptakan masing-masing kekuatan. 
d.  Teori Tiga Gelombang dari Toffler 
Toffler  dalam  bukunya  "The  Third  Wave"  (1980)  mengklasifikasikan masyarakat suatu  wilayah/negara  ke  dalam  tiga  gelombang,  yaitu:  gelombang I, II, dan III. 
1)  Gelombang I (Peradaban Pertanian) 
Pada  masa  ini  ditandai  dengan  banyaknya  masyarakat  memakai baterei  alamiah  (living  battery).  Keluarga  mencakup  keluarga  besar (extended  family),  yang  berarti  sanak  saudara  jauhpun  dianggap  anggota keluarga.  Kaum  petani  bercocok  tanam  sekedar  untuk  memenuhi kebutuhan  sendiri.  Pasar  bukan  merupakan  hal  yang  penting,  karena kelebihan  hasil  pertanian  akan  disimpan  dalam  "lumbung"  sebagai persediaan  di  musim  paceklik.  Tingkat  ketergantungan  antara  wilayah yang  satu  dengan  wilayah  lain  sangat  kecil  (low  interdependency),  karena biasanya  suatu  wilayah  berproduksi  untuk  dikonsumsi  sendiri,  atau disebut "Pro-Sumen".  
2)  Gelombang II (Peradaban Industri) 
Dalam  masa  ini  masyarakat  sudah  mulai  menggunakan  energi  dari minyak dan gas yang tidak dapat diperbaharui. Keluarga hanya mencakup keluarga inti. Peranan pasar sangat vital, karena itu produksi berproduksi dengan  menggunakan  mesin-mesin  raksasa  yang  memang  dirancang untuk  produksi  masa.  Pendidikan  dan  media  massa  memegang  peranan penting  dan  ada  kecenderungan  manusia  mulai  mendominasi  alam, pemborosan  bahan  baku,  dan  energi  sangat  menonjol  demikian  pula mobilitas  penduduk.  Masyarakat  pada  masa  ini  sudah  banyak berkomunikasi dengan menggunakan media kertas dan jasa postel. Dalam rangka mendapatkan bahan baku dan memasarkan hasil produksi, daerah "jajahan"  direbut  dan  hal  ini  diikuti  dengan  adanya  pergerakan-pergerakan  nasionalisme.  Gelombang  kedua  ini  sering  dikiaskan  dengan "Big is Beautiful". 
3)  Gelombang III (Peradaban Informasi) 
Pada  masa  ini  masyarakat  sudah  banyak  yang  menggunakan  energi yang  dapat  diperbaharui  (renewable).  Dalam  produksi  masyarakat  sudah mulai  beralih  dari  cara-cara  berproduksi  memakai  tangan  mesin (manufacture),  ke  suatu  proses  produksi  yang  menggunakan  proses biologi (biofacture). Ketergantungan atau keterkaitan antara wilayah yang sangat menonjol dan bersifat menyeluruh (hight interdependency). Adapun suatu  gejala  yang  sangat  menonjol  adalah  terutama  teknologi  tinggi  yang meliputi:  teknologi  penerbangan  dan  angkasa  luar;  teknologi  alternatif yang  dapat  diperbaharui,  penerapan  bioteknologi  dan  yang  mungkin paling mempengaruhi globalisasi, yakni teknologi informasi. Ada beberapa gejala  gelombang  I  yang  muncul  pada  masa  ini  antara  lain  adalah timbulnya  gejala  global  village  dan de-urbanisasi  (karena  bagusnya layanan  telekomunikasi  dan  transportasi),  dan  timbulnya  gejala  dimana konsumen ingin memproduksi barang- barangnya sendiri.  Berdasarkan  uraian  tersebut  dapat  dikatakan  bahwa  peradaban masyarakat  di  negara-negara  berkembang  masih  condong  pada  gelombang  I dan II, sedangkan peradaban bangsa-bangsa yang telah maju terutama berada dalam  geombang  II  dan  III.  Dewasa  ini  Indonesia  dengan  pembangunan berencananya,  berusaha  untuk  "tinggal  landas"  memasuki  peradaban gelombang  II  untuk  menjadi  negara  industri  baru,  mungkin  seperti  yang dicontohkan  oleh  negara-negara  industri  baru  (New  Emerging  Industrialized Countries), seperti Taiwan, Singapura, Korea Selatan, dan China. 
e.  Teori Interaksi Wilayah 
 
Perkembangan wilayah tidak berjalan serentak, ada yang berkembang pesat namun ada pula yang berjalan lambat. Perkembangan wilayah ini terkait  dengan interaksi antar  wilayah.  Beberapa  komponen  yang  mempengaruhi  interaksi  wilayah  antar alain  adalah  jumlah  penduduk,  jarak  dan  jumlah  jaringan  jalan  yang menghubungkan  antar  wilayah.  Kekuatan  interaksi  wilayah  dapat  dibandingkan dengan menggunakan teori grafik, model gravitasi dan teori titik henti. 
1)  Teori Grafik 
Salah  satu  komponen  penting  interaksi  antar  wilayah  adalah  infrastruktur berupa jaringan jalan. Makin banyak jaringan jalan yang menghubungkan antar kota  maka  alternatif  distribusi  penduduk,  barang  dan  jasa  makin  lancar.  Anda tentu  sependapat  bahwa  antara  satu  wilayah  dan  wilayah  lain  senantiasa dihubungkan  oleh  jalur-jalur  transportasi  sehingga  membentuk  pola  jaringan transportasi.  Tingkat  kompleksitas  jaringan  yang  menghubungkan  berbagai wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus interaksi. 
 
Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya memiliki  kemungkinan  hubungan  penduduknya  jauh  lebih  kecil  dibandingkan dengan dua wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak. Untuk  menganalisis potensi  kekuatan  interaksi  antarwilayah  ditinjau  dari struktur  jaringan  jalan  sebagai  prasarana  transportasi,  K.J.  Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut. Menurut  Kansky,  kekuatan  interaksi  ditentukan  dengan  Indeks  Konektivitas. Semakin  banyak  jaringan  jalan  yang  menghubungkan  kota-kota  maka  makin tinggi  nilai  indeks  konektivitasnya.  Hal  ini  tentunya  berpengaruh  terhadap 
potensi  pergerakan  manusia,  barang,  dan  jasa  karena  prasarana  jalan  sangat memperlancar  tingkat  mobilitas  antarwilayah.  Untuk  menghitung  indeks konektivitas ini digunakan rumus sebagai berikut. 


c) Berdasarkan  nilai  konektivitasnya,  potensi  interaksi  antarkota  di  wilayah  A lebih tinggi jika dibandingkan wilayah B. Hal tersebut terjadi dengan catatan kondisi  alam,  sosial,  serta  kualitas  prasarana  jalan  antara  kedua  wilayah relatif sama. 
 
Analisis  indeks  konektivitas  dapat  dijadikan  salah  satu  indikator  dan pertimbangan  untuk  menentukan  lokasi  usaha  yang  potensial  menguntungkan karena memiliki nilai interaksi yang tinggi. Indeks konektivitas yang tinggi dapat ditafsirkan  wilayah  tersebut  memiliki interaksi  yang  tinggi  pula  sehingga memperlancar  arus  pergerakan  manusia,  barang,  dan  jasa  yang  pada  akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 
 
2) Teori Gravitasi 
Teori  Gravitasi  kali  pertama  diperkenalkan  dalam  disiplin  ilmu  Fisika  oleh  Sir Issac  Newton  (1687).  Inti  dari  teori  ini  adalah  bahwa  dua  buah  benda  yang memiliki  massa  tertentu  akan  memiliki  gaya  tarik  menarik  antara  keduanya yang  dikenal  sebagai  gaya  gravitasi.  Kekuatan  gaya  tarik  menarik  ini  akan berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik  dengan  kuadrat  jarak  antara  kedua  benda  tersebut.  Secara  matematis, model gravitasi Newton ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
Model gravitasi Newton ini kemudian diterapkan oleh W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi untuk mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih. Berdasarkan hasil penelitiannya, Reilly berpendapat bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan memerhatikan faktor  jumlah  penduduk  dan  jarak  antara  kedua  wilayah  tersebut.  Untuk mengukur  kekuatan  interaksi  antarwilayah  digunakan  formulasi  sebagai berikut :


Adapun persyaratan tersebut antara lain sebagai berikut. 
1. Kondisi  sosial-ekonomi,  tingkat  pendidikan,  mata  pencarian,  mobilitas,  dan kondisi  sosial-budaya  penduduk  setiap  wilayah  yang  dibandingkan  relatif memiliki kesamaan. 
2. Kondisi alam setiap wilayah relatif sama, terutama berkaitan dengan kondisi topografinya. 
3. Keadaan sarana dan prasarana transportasi yang meng hubung kan wilayah-wilayah yang dibandingkan relatif sama. 
 
3)  Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) 
Teori Titik Henti (Breaking Point Theory) merupakan hasil modifikasi dari Model Gravitasi  Reilly.  Teori  ini  memberikan  gambaran  tentang  perkiraan posisi  garis batas  yang  memisahkan  wilayah-wilayah perdagangan  dari  dua  kota  atau wilayah  yang  berbeda  jumlah  dan  komposisi  penduduknya.  Teori  Titik  Henti juga  dapat  digunakan  dalam  memperkirakan  penempatan  lokasi  industri  atau pusat pelayanan masyarakat. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah. 
 
Menurut  teori  ini  jarak  titik  henti  (titik  pisah)  dari  lokasi  pusat  perdagangan (atau  pelayanan  sosial  lainnya)  yang  lebih  kecil  ukurannya  adalah  berbanding lurus  dengan  jarak  antara  kedua  pusat  perdagangan.  Namun,  berbanding terbalik  dengan  satu  ditambah  akar  kuadrat  jumlah  penduduk  dari  kota  atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit penduduknya. Formulasi Teori Titik Henti adalah sebagai berikut.
Contoh soal: 
Kota  A  memiliki  jumlah  penduduk  20.000  jiwa,  sedangkan  kota  B  80.000  jiwa. Jarak antara kedua kota tersebut adalah 100 kilometer. Di manakah lokasi pusat perdagangan yang tepat dan strategis agar terjangkau oleh penduduk setiap kota tersebut? 

Berkaitan  dengan perencanaan  pembangunan  wilayah,  Model  Gravitasi  dan  Teori Titik  Henti  dapat  dimanfaatkan  sebagai  salah  satu  pertimbangan  faktor  lokasi. Model  Gravitasi  dan  Teori  Titik  Henti  dapat  dimanfaatkan  untuk  merencanakan pusat-pusat pelayanan masyarakat, seperti kantor Polisi, POM bensin, rumah sakit, sekolah 
 
2.  Pertumbuhan Wilayah 
 
Wilayah dapat berkembang dengan pesat, baik dari segi ekonomi, politik, dan budaya  karena  adanya  pusat  pertumbuhan.  Pusat  pertumbuhan  merupakan  suatu magnet sebagai  penarik dan juga  sebagai pendorong  perkembangan  suatu wilayah. Pusat  pertumbuhan  wilayah  dapat  terbentuk  secara  alami  maupun  secara terencana.  Wilayah  selalu  berkaitan  dengan  pengelolaan  dan  penataan  ruang  yang didalamnya  terdapat  pertumbuhan  pembangunan  baik  dibidang  fisik,  sosial, ekonomi,  dan  budaya.  Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  timbulnya  pusat pertumbuhan wilayah antara lain sebgai berikut :  
a.  Faktor fisik  
Faktor  fisik  sangat  mempengaruhi  perkembangan  pusat  pertumbuhan  wilayah. Faktor  fisik  meliputi  topografi,  iklim,  keadaan  tanah,  keadaan  air,  dan sebagainya.  Kondisi  fisik  suatu  wilayah  yang  memenuhi  syarat-syarat  tertentu untuk pengembangan wilayah akan lebih cepat berkembang. Misalnya , topografi datar,  ketersediaan  air  mencukupi,  kondisi  tanah  stabil,  terhindar  dari  banjir, tanah  longsor,  genpa  dan  sebagainya,  maka  wilayah  tersebut  akan lebih  cepat berkembang.  
b.  Faktor pengambil kebijakan  
Tidak  semua  wilayah  dapat  berkembang  sesuai  dengan  yang  diinginkan, meskipun  dari  beberapa  faktor  yang  sangat  mendukung.  Perencanaan pembangunan  terhadap  perkembangan  wilayah  juga  turut  menentukan perkembangan  suatu  wilayah.  Kebijakan-kebijakan  yang  diambil  haruslah menguntungkan  bagi  perkembangan  wilayah  seperti  kebijakan  penggunaan lahan,  rencana  dalam  ruang  wilayah,  pengendalian  pemanfaatan  lahan,  dan sebagainya.  
c.  Faktor ekonomi  
Setiap  wilayah  memiliki  kebutuhan  dan  potensi  yang  berbeda.  Misalnya  ,  suatu wilayah tidak mampu menyediakan kebutuhan seperti bahan pangan. Sementara wilayah  yang  lain  memiliki  potensi  untuk  penyediaan  bahan  pangan,  begitu sebaliknya. Maka akan terjadi hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi.  
d.  Faktor sosial  
Suatu  wilayah  dapat  dikatakan  sebagai  pusat  pertumbuhan  wilayah  apabila wilayah tersebut kondisi pendidikan, pendapatan, dan kesehatan masyarakatnya lebih terjamin bila dibandingkan dengan wilayah yang lain. Kondisi pendidikan, pendapatan,  dan  kesehatan  dapat  terbentuk  secara  alami  yaitu  masyarakat mulai  sadar  akan  kebutuhan  tersebut  dan  secara  terencana,  yaitu  terdapat perencanaan  mengenai  pembangunan  dan  peningkatan  pendidikan  , pendapatan, dan kesehatan.  
e.  Faktor sarana pendukung  
Ketersediaan  sarana  pendukung  seperti  jaringan,  jenis  transportasi,  sarana ekonomi,  pendidikan,  dan  fasilitas  lainnya  berperan  dalam  pengembangan wilayah.  Semakin  meningkatnya  perkembangan  wilayah  menuntut  adanya peningkatan  sarana  pendukung.  Dengan  tersedianya  sarana  pendukung tersebut,  dapat  mendukung  perekonomian  suatu  wilayah.  Sarana  pendukung memberikan  kemudahan  dalam  melakukan  kegiatan  ekonomi,  misalnya transportasi  memudahkan  dalam  distribusi  barang  dan  memudahkan  mobilitas penduduk.  Pasar  dan  mal  memberikan  kemudahan  dalam  kegiatan  jual  beli, transaksi,  memasarkan  hasil  produksi,  dan  sebagainya.  Wilayah-wilayah  yang ada  tidak  tumbuh  dalam  waktu  yang  bersamaan,  jangka  waktu  yang  berbeda, perkembangan yang berbeda, dan tingkat keteraturan yang berbeda pula.  
 
Fungsi pusat pertumbuhan wilayah sebagai berikut :  
a.  Memudahkan dalam pengambilan kebijakan terhadap pembangunan wilayah  
b.  Memantau perkembangan wilayah  
c.  Pemerataan pembangunan wilayah  
 
Kondisi  geografis  Indonesia  yang  terdiri  atas  pulau-pulau  besar  dan  kecil menyebabkan  pembangunan  tidak  hanya  terpusat  pada  Pulau  Jawa  saja.  Untuk pemerataan  pembangunan,  dibentuklah  perwilayah  yang  terdiri  atas beberapa  provinsi.  Provinsi-provinsi  tersebut  saling  berkaitan  antara  satu dan  yang  lainnya  dan  dapat  mendukung  kegiatan  di  provinsi  lainnya, misalnya  dibidang  ekonomi,  politik,  sosial,  dan  budaya.  Untuk  mendukung pembangunan  di  Indonesia,  maka  dibentuklah  koridor  ekonomi.  Koridor ekonomi  di  Indonesia  dilakukan  berdasarkan  potensi  dan  keunggulan masing-masing wilayah.  Suatu  pusat  pertumbuhan  akan  memberikan  pengaruh  pada  wilayah sekitarnya.  Pengaruh  yang  ditimbulkan  dari  pusat  pertumbuhan  yang berkembang di suatu wilayah sebagai berikut. 
a.  Pemusatan Sumber Daya Manusia 
Munculnya  pusat  pertumbuhan  di  suatu  wilayah  akan  menarik  tenaga  kerja  yang  banyak.  Para  pekerja  dari  luar  wilayah  akan  pindah  dan menetap  di  wilayah  pusat  pertumbuhan  sehingga  terjadi  pemusatan penduduk  atau  sumber  daya  manusia.  Arus migrasi  penduduk  dari daerah  pedesaan  menuju  pusat  pertumbuhan  atau  kota  di  Indonesia menunjukkan  peningkatan  seiring  dengan  perkembangan  pusat pertumbuhan  atau  kota  itu.  Sebagai  contoh,  penambangan  batu  bara  di wilayah Kalimantan memerlukan banyak tenaga kerja dari luar wilayah. 
b.  Perkembangan Ekonomi 
Pusat  pertumbuhan  yang  muncul  di  suatu  wilayah  akan  meningkatkan kegiatan  perekonomian  di  wilayah  itu.  Kesempatan  kerja  yang  banyak dari berbagai bidang dan  arus barang  kebutuhan hidup berdampak  pada perkembangan  usaha-usaha  ekonomi  lain.  Sebagai  contoh,  munculnya pusat pertumbuhan  yang berawal dari kegiatan penambangan batu bara merangsang  tumbuhnya  kegiatan-kegiatan  ekonomi  lain,  seperti  warung makan,  pasar,  penginapan,  toko  kelontong,  usaha  transportasi,  dan tempat  hiburan.  Dari  usaha  transportasi  sendiri  akan  mendorong tumbuhnya penjualan alat-alat transportasi dan perbengkelan. Banyak  penduduk  pendatang  dan  penduduk  lokal  membuka  usaha  atau melakukan  kegiatan  ekonomi  di  wilayah  pusat  pertumbuhan  untuk meningkatkan  taraf  hidupnya.  Mereka  bekerja  sebagai  wiraswata, pedagang,  karyawan,  buruh,  dan  penjualan  jasa.  Kawasan  industri, perkebunan,  pertambangan,  kehutanan,  dan  pertanian  merupakan wilayah  yang  dapat  dikembangkan  menjadi  pusat-pusat  pertumbuhan. Kegiatan ekonomi yang berkembang di wilayah pusat pertumbuhan akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. 
c.  Perubahan Sosial Budaya 
Wilayah  pusat  pertumbuhan  cenderung  memiliki  penduduk  yang  makin padat. Kepadatan penduduk yang meningkat serta kemajuan komunikasi dan transportasi  akan  berpengaruh  pada  kehidupan  sosial  budaya penduduknya.  
 
Pengaruh  pusat  pertumbuhan  yang  semakin  berkembang  terhadap  sosial budaya antara lain sebagai berikut. 
-  Penduduk  termotivasi  untuk  memiliki  keterampilan  dan pengetahuan  guna  mengatasi  masalah  akibat  perubahan  sosial budaya. 
-  Menyebabkan  akulturasi  dan  asimilasi  nilai  budaya  akibat mobilitas  penduduk,  baik  yang  melalui  migrasi  maupun pertambahan alami dari berbagai latar belakang budaya. 
-  Membuka  arus  informasi  dan  komunikasi  dari  luar  wilayah semakin  meningkat  yang  akan  mempercepat  pertumbuhan daerah tersebut. 
-  Membuka  lapangan  pekerjaan  yang  banyak  dan  luas  sehingga meningkatkan  taraf  hidup  masyarakat  dan  status  sosial  mereka akan meningkat seiring peningkatan kesejahteraan hidup. 
-  Melatih  masyarakat  untuk  mengatur  waktu,  disiplin  ,bersikap hemat,  serta  tidak  terpengaruh  oleh  tuntutan  barang  dan  jasa yang berlebihan. 
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3 
PERENCANAAN DAN TATA RUANG WILAYAH NASIONAL, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

1.  Tata Ruang 
a.  Pengertian Tata Ruang dan Penataan  Ruang Tata  ruang  merupakan  bentuk  dari  susunan  pusatpusat permukiman  dan    sistem  jaringan  sarana  prasarana  pendukung kegiatan  sosial  ekonomi  masyarakat  (struktur  ruang)  yang peruntukannya  terbagi  bagi  ke  dalam  fungsi  lindung  dan budidaya  (pola  ruang).  Proses  perencanaan  dari  tata  ruang, pemanfaatannya  dan  pengendaliannya,  yang  dilakukan  secara sistematik  disebut penataan ruang. 
b.  Asas dan Tujuan Penataan  Ruang 
Berdasarkan  Pasal  2  Undang-Undang  Nomor  26  Tahun  2007 ditegaskan  bahwa  penataan  ruang  diselenggarakan  berdasarkan asas: 
-  Keterpaduan.  Keterpaduan  adalah  bahwa  penataan  ruang diselenggarakan  dengan  mengintegrasikan  berbagai kepentingan  yang  bersifat  lintas  sektor,  lintas  wilayah,  dan lintas  pemangku  kepentingan.  Pemangku  kepentingan  antara lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
-  Keserasian,  keselarasan,  dan  keseimbangan.  Keserasian,  keselarasan, dan  keseimbangan  adalah  bahwa  penataan  ruang  diselenggarakan dengan  mewujudkan  keserasian  antara  struktur  ruang  dan  pola  ruang, keselarasan  antara  kehidupan  manusia  dengan  lingkungannya, keseimbangan  pertumbuhan  dan  perkembangan  antar  daerah  serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. 
-  Keberlanjutan.  Keberlanjutan  adalah  bahwa  penataan  ruang 
diselenggarakan  dengan  menjamin  kelestarian  dan  kelangsungan  daya dukung  dan  daya  tampung  lingkungan  dengan  memperhatikan kepentingan generasi mendatang 
-  Keberdayagunaan  dan  keberhasilgunaan.  Keberdayagunaan  dan keberhasilgunaan  adalah  bahwa  penataan  ruang  diselenggarakan dengan  mengoptimalkan  manfaat  ruang  dan  sumber  daya  yang 
terkandung  di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas. 
-  Keterbukaan.  Keterbukaan  adalah  bahwa  penataan  ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat  untuk  mendapatkan  informasi  yang  berkaitan  dengan 
penataan ruang. 
-  Kebersamaan  dan  kemitraan.  Kebersamaan  dan  kemitraan  adalah bahwa  penataan  ruang  diselenggarakan  dengan  melibatkan  seluruh pemangku kepentingan. 
-  Perlindungan  kepentingan  umum.  Perlindungan  kepentingan  umum adalah  bahwa  penataan  ruang  diselenggarakan  dengan  mengutamakan kepentingan masyarakat. 
-  Kepastian  hukum  dan  keadilan.  Kepastian  hukum  dan  keadilan  adalah bahwa  penataan  ruang  diselenggarakan  dengan  berlandaskan hukum/ketentuan  peraturan  perundang-undangan  dan  bahwa 
penataan  ruang  dilaksanakan  dengan  mempertimbangkan  rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum. 
-  Akuntabilitas.  Akuntabilitas  adalah  bahwa  penyelenggaraan  penataan ruang  dapat  dipertanggungjawabkan,  baik  prosesnya,  pembiayaannya, maupun hasilnya.  
c.  Klasifikasi Penataan Ruang 
 
Klasifikasi  penataan  ruang  ditegaskan  dalam  Undang-Undang  Penataan Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama  kawasan,  wilayah  administratif,  kegiatan  kawasan,  dan  nilai strategis kawasan. Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut: 
-  Penataan  ruang  berdasarkan  sistem  terdiri  atas  sistem  wilayah  dan sistem internal perkotaan. 
-  Penataan  ruang  berdasarkan  fungsi  utama  kawasan  terdiri  dari kawasan lindung dan kawasan budi daya. 
-  Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan ruang  wilayah  nasional,  penataaan  ruang  wilayah  provinsi,  dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota. 
-  Penataan  ruang  berdasarkan  kegiatan  kawasan  terdiri  atas  penataan ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan. 
-  Penataan  ruang  berdasarkan  nilai  strategis  kawasan  terdiri  atas penataan  ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis  provinsi,  dan  penataan  ruang  kawasan  strategis kabupaten/kota. 
 
Penyelenggaraan  penataan  ruang  harus  memperhatikan  hal  sebagai berikut: 
-  Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan  Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana 
-  Potensi  sumber  daya  alam,  sumber  daya  manusia,  dan  sumber  daya buatan,  kondisi  ekeonomi,  sosial,  budaya,  politik,  hukum,  pertahanan keamanan,  lingkungan  hidup,  serta  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi sebagai satu kesatuan. 
-  Geostrategi,  geopolitik,  dan  geoekonomi.  Penataan  ruang  wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota  harus  dilakukakn    secara    berjenjang  dan komplementer.  Komplementer  yang  dimaksud  disini  adalah  bahwa penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan  ruang  wilayah  kabupaten/kota  saling  melengkapi  satu  sama lain,  bersinergi,  dan  dalam  penyelenggaraannya  tidak  terjadi  tumpah 
tindih kewenangan. 
 
2.  Rencana Tata Ruang Nasional, Daerah, dan Kawasan di Indonesia  
Menurut  Pasal  1  angka  1  Undang-undang  No.  26  Tahun  2007  tentang Penataan  Ruang,  yang  dimaksud  dengan ruang  adalah  wadah  yang meliputi  ruang  darat,  ruang  laut,  dan  ruang  udara,  termasuk  ruang  di dalam  bumi sebagai  satu  kesatuan  wilayah tempat  manusia  dan  makhluk hidup lain melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. 
Tata  ruang  adalah  wujud  dari  struktur  ruang   dan  pola   ruang.  Sementara perencanaan  adalah  suatu proses  menetapkan  suatu  tujuan  dan memilih  langkah  yang  diperlukan  dalam  mencapai  tujuan  tersebut.  Secara resmi  di  Indonesia,      perencanaan      tata      ruang      merupakan  bagian  dari proses  penataan  ruang.  Penataan  ruang  adalah  suatu  sistem  proses perencanaan  tata  ruang,  pemanfaatan  ruang,  dan  pengendalian pemanfaatan ruang. Sementara  perencanaan tata ruang adalah suatu proses 
untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan  penetapan  rencana  tata  ruang  (Undang  Undang  No.  26  Tahun  2007 tentang Penataan Ruang).  
 
Rencana  tata  ruang  adalah  hasil  perencanaan  tata  ruang.  Wilayah adalah  ruang  yang  merupakan    kesatuan  geografis    beserta    segenap    unsur  terkait    yang    batas  dan  sistemnya  ditentukan  berdasarkan  aspek administratif  dan/atau  aspek  fungsional.  Wilayah  nasional  adalah  seluruh wilayah  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia  yang  meliputi  ruang  darat, ruang  laut,  dan  ruang  udara,  termasuk  ruang  di  dalam  bumi  berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jadi,  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Nasional yang  selanjutnya  disebut  RTRWN  adalah  arahan  kebijakan  dan  strategi pemanfaatan  ruang  wilayah  negara.  Penyusunan  Rencana  Tata  Ruang Wilayah  Nasional  ditetapkan  melalui  Peraturan  Pemerintah  Nomor  26 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan RTRWN. 
 
Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua puluh) tahun. Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan  bencana  alam  skala  besar  yang  ditetapkan  dengan  peraturan perundang-  undangan dan/atau perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan Undang-Undang,  Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Nasional ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. 
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional  memuat: 
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah nasional 
b. rencana struktur ruang wilayah nasional 
c. ren c an a pola r uan gw il ay ah nasion al  
 
Berikut ini penjelasan secara lebih  rinci: 
 
a. Tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 
 
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan: 
1) Ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif, dan berkelanjutan; 
2) keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; 
3) keterpaduan  perencanaan  tata  ruang  wilayah  nasional,  provinsi,  dan kabupaten/kota; 
4) keterpaduan  pemanfaatan  ruang  darat,  ruang laut,  dan  ruang  udara, termasuk  ruang  di  dalam  bumi  dalam  kerangka  Negara  Kesatuan Republik Indonesia; 
5) keterpaduan  pengendalian  pemanfaatan  ruang  wilayah  nasional, provinsi,  dan  kabupaten/kota  dalam  rangka  pelindungan  fungsi ruang  dan  pencegahan  dampak negatif  terhadap  lingkungan  akibat pemanfaatan ruang; 
6) pemanfaatan  sumber  daya  alam  secara  berkelanjutan  bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat; 
7) keseimbangan dan keserasian perkembangan  antarwilayah; 
8) keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi nasional. 
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah nasional meliputi: 
1) Kebijakan  pengembangan  struktur  ruang  sebagaimana  dimaksud  di atas meliputi: 
a) peningkatan  akses  pelayanan  perkotaan  dan  pusat  pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhierarki; dan 
b) peningkatan  kualitas  dan  jangkauan  pelayanan  jaringan  prasarana ransportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional. 
2) Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang. Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang, meliputi: 
a) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan  lindung; 
b) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya; dan 
c) kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis nasional 
 
Definisi awal perencanaan tata ruang diambil dari  European Regional/Spatial Planning  Charter (disebut  juga  Torremolinos  Charter),  yang  diadopsi  pada tahun  1983  oleh  Konferensi  Menteri  Eropa  yang  bertanggung  jawab  atas Regional Planning (CEMAT),       bahwa      "Perencanaan      tata      ruang   memberikan  ekspresi geografis terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi, sosial, budaya, dan ekologis. Perencanaan tata  ruang juga merupakan sebuah ilmu ilmiah, teknik administrasi, dan kebijakan,  yang  dikembangkan  sebagai  pendekatan  lengkap  dan  antar-ilmu,  yang diarahkan  kepada  pengembangan  regional  dan  organisasi  fisik  terhadap  sebuah strategi utama." 
 
Perencanaan  tata  ruang  dirancang  untuk  menyatukan  kebijakan pembangunan  dan  penggunaan  lahan  dengan  kebijakan  dan  program  lain yang mempengaruhi. Perencanaan tata ruang lebih dari sekedar perencanaan guna  lahan  tradisional.  Perencanaan  tata  ruang  memfasilitasi  dan mempromosi  keberlanjutan  dan  keinklusifan  pola  pembangunan  kota  dan desa.  Tidak  hanya  sekedar  perspektif  teknik  yang  sempit,  perencanaan  tata ruang  melibatkan  semua  lapisan  masyarakat  dengan  pertimbangan  semua orang  berperan  di  tiap  lokasi  tempat  tinggal,  kerja,  dan  lingkungannya. 
Perencanaan  tata  ruang  diartikan  sebagai  pemikiran  kritis  terhadap  tempat dan ruang sebagai dasar melakukan kegiatan atau intervensi. 
 
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan perencanaan tata ruang terkait: 
a. Upaya mengalokasikan beragam kegiatan dalam  ruang 
b. Upaya kompromi terhadap berbagai sudut pandang pemanfaatan ruang atau mekanisme mediasi ruang 
c. Alokasi ruang  dipengaruhi  oleh  berbagai  aspek  yaitu  fisik,  lingkungan, politik, sosial dan ekonomi. 
d. Melibatkan masyarakat dalam prosesnya. 
 
3. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi 
Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Provinsi,  yang  selanjutnya  disingkat RTRWP, adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang  merupakan  penjabaran  dari  RTRWN,  yang  berisi  tujuan,  kebijakan, strategi  penataan  ruang  wilayah  provinsi;  rencana  struktur  ruang  wilayah provinsi;  rencana  pola  ruang  wilayah  provinsi;  penetapan  kawasan  strategis provinsi;  arahan  pemanfaatan  ruang  wilayah  provinsi;  dan  arahan pengendalian  pemanfaatan  ruang  wilayah  provinsi.  Tujuan  penataan  ruang wilayah  provinsi  adalah  tujuan  yang  ditetapkan  oleh  pemerintah  daerah provinsi  yang  merupakan  perwujudan  visi  dan  misi  pembangunan  jangka panjang  provinsi  pada  aspek  keruangan,  yang  pada  dasarnya  mendukung terwujudnya  tujuan  penataan  ruang  nasional  yang  aman,  nyaman,  produktif, dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 
Rencana  struktur  ruang  wilayah  provinsi  merupakan  rencana kerangka  tata  ruang  wilayah  provinsi  yang  dibangun  oleh  kontelasi  pusat-pusat  kegiatan  (sistem  perkotaan)  yang  berhirarki  satu  sama  lain  dan dihubungkan  oleh  sistem  jaringan  prasarana  wilayah  provinsi  terutama jaringan  transportasi. 
Rencana  pola  ruang  wilayah  provinsi  merupakan  rencana  distribusi peruntukan  ruang  dalam  provinsi  yang  meliputi  rencana  peruntukan  ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya. 
 
4. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten 
 
Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  Kabupaten  adalah  rencana  tata  ruang yang  bersifat  umum  dari  wilayah  provinsi,  yang  merupakan  penjabaran dari RTRWN,  yang  berisi  tujuan,  kebijakan,  strategi  penataan  ruang  wilayah kabupaten;  rencana struktur  ruang  wilayah  kabupaten;  rencana  pola  ruang wilayah  kabupaten;  penetapan  kawasan  strategis  kabupaten;  arahan pemanfaatan  ruang  wilayah  kabupaten;  dan  arahan  pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. 
 
Tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah tujuan yang ditetapkan oleh  pemerintah  daerah  kabupaten  yang  merupakan  perwujudan  visi  dan misi  pembangunan  jangka  panjang  kabupaten  pada  aspek  keruangan,  yang pada dasarnya mendukung terwujudnya tujuan penataan ruang nasional yang aman,  nyaman,  produktif,  dan  berkelanjutan  berlandaskan  wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 
Rencana  struktur  ruang  wilayah  kabupaten  merupakan  rencana  yang mencakup sistem  perkotaan  wilayah  kabupaten  yang  berkaitan  dengan kawasan  perdesaan  dalam  wilayah  pelayanannya  dan  jaringan  prasarana wilayah  kabupaten  yang  dikembangkan  untuk  mengintegrasikan  wilayah kabupaten  selain  untuk  melayani  kegiatan  skala  kabupaten  yang  meliputi sistem  jaringan  transportasi,  sistem  jaringan  energi  dan  kelistrikan,  sistem jaringan  telekomunikasi,  sistem  jaringan  sumberdaya  air,  termasuk  seluruh daerah  hulu  bendungan  atau  waduk  dari  daerah  aliran  sungai  dan  sistem jaringan prasarana lainnya. 
 
Rencana  pola  ruang  wilayah  kabupaten  merupakan  rencana  distribusi peruntukan ruang dalam kabupaten yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya.
5. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota 
Rencana  Tata  Ruang  Wilayah  kota  adalah  rencana  tata  ruang  yang bersifat  umum  dari  wilayah  kota,  yang  merupakan  penjabaran  dari  RTRW Provinsi, yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kota; rencana  struktur  ruang  wilayah  kota;  rencana  pola  ruang  wilayah  kota; penetapan  kawasan strategis  kota;  arahan  pemanfaatan  ruang  wilayah  kota; dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Tujuan penataan ruang wilayah provinsi adalah tujuan yang ditetapkan oleh  pemerintah  daerah  kota  yang  merupakan  perwujudan  visi  dan  misi pembangunan  jangka  panjang  kota  pada  aspek  keruangan,  yang  pada dasarnya  mendukung  terwujudnya  tujuan  penataan  ruang  nasional  yang aman,  nyaman,  produktif,  dan  berkelanjutan  berlandaskan  wawasan nusantara dan ketahanan nasional. 
Rencana  struktur  ruang  wilayah  kota  merupakan  rencana  yang mencakup  sistem  perkotaan  wilayah  kota  dalam  wilayah  pelayanannya  dan jaringan  prasarana  wilayah  kota  yang  dikembangkan  untuk mengintegrasikan  wilayah  kota  selain  untuk  melayani  kegiatan  skala  kota 
yang  meliputi  sistem  jaringan  transportasi,  sistem  jaringan  energi  dan kelistrikan,  sistem  jaringan  telekomunikasi,  sistem  jaringan  sumberdaya  air, dan sistem jaringan prasarana lainnya. 
 
Rencana  pola  ruang  wilayah  kota  merupakan  rencana  distribusi peruntukan  ruang  dalam  wilayah  kota  yang  meliputi  rencana  peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan fungsi budidaya. 
 
6. Pemanfaatan dan Pengendalian Ruang 
 
Pemanfaatan  ruang  dilakukan  melalui  pelaksanaan  program pemanfaatan  ruang  beserta  pembiayaannya.  Pemanfaatan  ruang  dapat dilaksanakan  dengan  pemanfaatan  ruang  secara  vertikal  maupun pemanfaatan  ruang  di  dalam  bumi.  Pemanfaatan  ruang  diselenggarakan secara  bertahap  sesuai  dengan  jangka  waktu  indikasi  program  utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang. 
 
Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana  tata  ruang  dilaksanakan  dengan  mengembangkan  penatagunaan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lain. Penatagunaan tanah pada ruang yang  direncanakan  untuk  pembangunan  prasarana  dan  sarana  bagi 
kepentingan  umum  memberikan  hak  prioritas  pertama  bagi pemerintah pusat dan  pemerintah  daerah  untuk  menerima  pengalihan  hak  atas  tanah dari pemegang  hak  atas  tanah.  Dalam  pemanfaatan  ruang  pada  ruang  yang berfungsi  lindung,  diberikan  prioritas  pertama  bagi  Pemerintah  dan pemerintah  daerah  untuk  menerima  pengalihan  hak  atas  tanah  dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepaskan haknya. 
 
Pengendalian  pemanfaatan  ruang  merupakan  upaya  mengarahkan pemanfaatan  ruang  agar  tetap  sesuai  dengan  rencana  tata  ruang  yang  telah ditetapkan.  Pengendalian  pemanfaatan  ruang  dilakukan  melalui  penetapan peraturan  zonasi,  perizinan,  pemberian  insentif  dan  disinsentif,  serta 
pengenaan sanksi. 
 
7.  Permasalahan dalam Penerapan Tata Ruang Wilayah 
a)  Kebijakan dan Integritas Kepala Daerah 
b)  Pembiayaan dan Tenaga/Ahli/Kepakaran 
c)  Tingkat ketelitian dan keterbukaan Data Base 
d)  Konflik kepentingan 
e)  Ekonomi 
f)  Sosial Budaya 
g)  Kelestarian Lingkungan Hidup 
h)  Politik 
i)  Pertumbuhan penduduk 
j)  Keamanan 
k)  Optimalisasi peran institusi 






























0 Response to "Bahan Ajar KD. 3.1. Konsep Wilayah dalam Perencanaan Tata Ruang, disertai Tugas dan Latihan Soal"

Apomienowuna Guru Geografi SMAN 1 Kabawo